Seorang Dokter Memeriksa Pasiennya Merupakan Salah Satu Usaha Di Bidang – Patrianef, spesialis untuk pasien saya. Guru untuk murid-muridku. Suami dari istriku dan sangat senang dipanggil papa oleh anak-anaknya.
17 Juni 2016 07:49 17 Juni 2016 07:49 Pembaruan: 18 Juni 2016 02:36 5822 11 13
Seorang Dokter Memeriksa Pasiennya Merupakan Salah Satu Usaha Di Bidang
Tulang punggung pelayanan kesehatan di Indonesia adalah dokter (umum). Dengan jumlah dokter (umum) saat ini melebihi 110.000 orang dan dokter gigi melebihi 27.000 orang, sebagian besar bertugas di daerah untuk mengisi Puskesmas (Puskesmas) yang merupakan pusat pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Mereka adalah tulang punggung pelayanan kesehatan di Indonesia.
Masa Depan Pengadilan Medis Sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Kesehatan Di Indonesia Dan Penandatanganan Kerjasama (pks) Fakultas Hukum Unizar Dengan Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Kota Mataram
Tidak mudah bekerja di puskesmas, terutama yang berada di daerah terpencil dan sangat terpencil, daerah kepulauan dan daerah perbatasan. Mereka terkendala oleh kondisi geografis yang seringkali sulit mengakses Puskesmas, apalagi akses ke wilayah kerjanya. Mereka bekerja di tengah keterbatasan peralatan Puskesmas. Kalaupun ada peralatannya, sebenarnya tidak berfungsi dan sering tidak berfungsi karena rusak.
Yang mereka punya hanyalah stetoskop, tidak salah jika salah satu direktur BPJS menyatakan dokter di puskesmas hanya memeriksa dengan memegang tangan pasien. Tidak salah memeriksa pasien hanya dengan berpegangan tangan dan mengandalkan stetoskop. Namun hal ini akan mengakibatkan tingginya kasus rujukan dari Puskesmas ke Puskesmas yang lebih tinggi.
Dengan situasi saat ini, kami yakin masalah sebenarnya di Puskesmas bukanlah orangnya, karena siapapun yang ditempatkan di Puskesmas, masalahnya tetap sama. Angka rujukan akan tetap tinggi dari Puskesmas. Jika Puskesmas dilayani oleh dokter spesialis penyakit dalam masih tinggi.
Tugas dokter di puskesmas tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan, tugasnya terdiri dari Promosi, Pencegahan, Pengobatan dan Rehabilitasi. Mereka harus berkeliling ke semua desa dan dusun di wilayah kerja mereka. Menggunakan semua modalitas yang tersedia. Dan salah satu modal yang mereka miliki adalah
Supir Taksi India Menyambung Hidup Mengangkut Jenazah
Mereka yang bisa membawa mereka menyeberangi sungai, mendaki bukit, melewati hutan. Seringkali mereka melewati hutan dan diiringi dengan suara monyet yang berarti ada harimau di dekat tempat itu. Ini menakutkan dan mengkhawatirkan, terutama ketika orang tua mereka mengetahui hal ini.
Kemampuan berimprovisasi, itulah yang harus mereka lakukan. Mereka harus mengantisipasi dan mengecoh keterbatasan peralatan dan obat-obatan yang mereka miliki. Tapi mereka tetap bukan pesulap yang bisa mengubah situasi dalam semalam. Mereka tetaplah manusia biasa dengan segala keterbatasannya.
Mereka bertugas 24 jam sehari. Tidak ada profesi lain yang bekerja terus menerus tanpa jam kerja. Sementara pekerja lain bertugas 8 jam sehari, 5 hari seminggu, mereka bekerja tanpa hari libur. Satu-satunya cuti yang mereka miliki adalah ketika mereka meminta izin kepada kepala dinas atau kepala puskesmas untuk menghadiri seminar. Meski masyarakat merayakan Hari Raya, seringkali ada surat dari Pemerintah Kabupaten atau Kepala Dinas Kesehatan yang menyatakan aturan libur tidak berlaku bagi dokter Puskesmas. Mereka harus tetap bertugas sementara yang lain tetap berhubungan dengan keluarga mereka. Tidak ada lagi waktu untuk bekerja berlebihan. Jika mereka bekerja 2 hari, mereka bebas 5 hari berikutnya. Atau jika Anda mengikuti pekerjaan pekerja lain dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore lima hari seminggu. Di luar jam tersebut mereka bebas, tapi itu tidak berlaku untuk mereka. Terjadi kehebohan di masyarakat jika mereka datang di luar jam kerja dan tidak dilayani, dan jika terungkap di media massa maka dokter tersebut akan menjadi tersangka. Ini akan dapat dipolitisasi oleh orang-orang yang berkepentingan.
Coba mana ada profesi lain yang seperti itu, mungkin hanya polisi yang bisa. Tapi polisi masih bisa bergiliran dengan teman-temannya. Kalau dokter lain, siapa pun petugas jaga dan penanggung jawab, dokternya tetap sama. You again, you again Dan yang paling miris adalah pihak berwenang sering memanfaatkan hal ini dengan jargon layanan gratis, 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Dan dokter itu berkerumun di Puskesmas tanpa bisa protes, jika menyangkal akan dikenakan sanksi ketenagakerjaan. Saya tidak tahu apa yang gratis, padahal layanannya ditanggung oleh BPJS dan pemerintah daerah. 24 jam sehari, robot dokter yang tidak perlu istirahat.
Dokter Dari Rumpun Sosial
Untung sebagian besar dokter masih menjunjung tinggi idealisme, mau bekerja keras, merantau jauh ke pelosok untuk melayani masyarakat, menyeberangi sungai, mendaki bukit, naik motor, naik perahu, bertapa di tepi sungai menunggu air pasang baru melintas. , berjalan di malam hari dengan lampion yang bahan bakarnya berupa karet yang diambil dari pohon karet warga di pinggir jalan. Mereka menjunjung tinggi idealisme gaji yang memadai, kepuasan melihat pasien dirawat dengan baik, kepuasan melihat senyum orang-orang yang dikunjungi dokternya. Sumringah dijamu oleh kepala desa/desa yang senang Tim Kesehatan sudah mengunjungi warga.
Uang jangan tanya masalah uang. Ini adalah bagian sensitif dari pertanyaan. Bukankah dokter ditakdirkan dan dibentuk untuk melayani masyarakat? Bukankah yang paling berharga adalah kepuasan pasien, melebihi pembayaran apapun. Bukankah kebanggaan menjadi dokter adalah bayaran tertinggi? Pembayaran tertinggi adalah dari Allah SWT. Dan mereka sering menghibur diri, “Benar, bayaran tertinggi dari Allah SWT dan kepuasan telah membantu kesembuhan pasien.” Alhamdulilah”.
Sedangkan kehidupan duniawi mereka harus terus berlanjut. Anda tidak bisa mendapatkan makanan gratis, Anda tidak bisa mendapatkan transportasi gratis, Anda tidak bisa mendapatkan rumah hanya dengan menunjukkan pakaian putih kotor karena Anda sering pergi ke ladang dan tidak punya uang untuk membeli yang baru. Mereka tidak bisa mengikuti seminar secara gratis, tidak bisa menginap di hotel jika mengikuti simposium di kota dengan membawa BPJS atau kartu KTP yang menunjukkan identitas diri. Mereka tetaplah manusia yang membutuhkan segalanya untuk kelangsungan hidupnya, kehidupan keluarganya.
Tidak ada dokter puskesmas yang tidak idealis, jika tidak idealis maka akan dipaksa oleh sistem untuk menjadi idealis. Mereka tidak bisa berkata apa-apa, ketika orang membayar mereka dengan ayam dan tandan pisang sambil mencium tangan mereka sebagai ucapan terima kasih. Siapa yang tega meminta uang dari seorang pasien yang menangis sambil mencium tangannya mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hatinya. Jika sebelumnya mereka bukan idealis, maka sejak saat itu mereka akan belajar menjadi idealis.
Kisah Para “kartini” Banyuwangi Di Garis Depan Penanganan Covid 19
Tidak salah jika pemerintah menghadiahi mereka yang mengabdi di tempat terpencil dengan imbalan yang besar. Apapun profesinya, baik itu dokter, dokter gigi, bidan, perawat, ahli gizi, riveter. Pahala yang besar itu tentu saja berupa imbalan yang bermanfaat bagi mereka seperti penghasilannya yang melebihi pengabdian di tempat biasa. Tidak ada gunanya di atas kertas tebal yang dibingkai dan ditandatangani Gubernur atau Menteri, tidak ada yang bisa dibeli dengan ‘harga kertas’. Hidup terus berjalan, mereka membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok, memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan.
Saya terkadang sedih melihat teman-teman “idealis” dan lama di luar kota. Garis antara idealisme dan ketidakmampuan sistem kita menciptakan jenjang karir bagi dokter puskesmas sangat tipis. Keluar dari Puskesmas saja sudah sulit bagi mereka. Kalau minta pindah ke Kepala Dinas maka jawabannya selalu, nanti, nanti, diusulkan, masih diproses, menunggu penggantinya. Hingga akhirnya mereka lelah sendirian. Banyak teman saya yang sudah cukup umur untuk pensiun tinggal di Puskesmas. Memang ada yang salah dengan sistem jenjang karir seorang dokter.
Sedangkan di perkotaan, media massa membentuk tipe dokter ideal. Mudah dibentuk. Muncul berkali-kali di televisi dan surat kabar. Datang dengan dokter yang belum dibayar, yang dibayar hanya dengan ucapan terima kasih. Mereka adalah Dokter berpakaian bagus, muncul di wawancara TV dengan jas putih. Mereka terlihat seperti dewa, banyak tersenyum, tidak menerima bayaran, atau dibayar sesuai keinginan pasien. Kebodohan dan penipuan masyarakat memang. Sehingga menimbulkan antipati masyarakat terhadap dokter bergaji. Di media massa mereka membentuk itu, bidadari/dewa, rapi, penuh senyum, dengan peralatan lengkap. Orang berobat, ucapkan terima kasih, pergi. sangat ideal.
Terlepas dari semua yang terjadi, seseorang membayarnya. Ini bisa berupa perusahaan yang menyumbang atau LSM swasta yang mengumpulkan dana dari banyak perusahaan dan individu yang menyumbang. Mengapa mereka tidak menyampaikan juga di Media Massa bahwa Program Dokter Massal dan Pengobatan Gratis ini terselenggara berkat kontribusi Perusahaan A, atau Keluarga B. Jujur saja. Jangan memperparah keadaan dokter umum yang sudah menderita. Tidak manusiawi membandingkan mereka yang telah digaji oleh perusahaan seolah-olah mandiri dengan dokter umum lusuh yang mencari uang di daerah sulit hanya untuk mendapatkan uang untuk hidup normal.
Ruang Lingkup Dan Fungsi Sebenarnya Seorang Apoteker Menurut Who
Kami dokter spesialis dan subspesialis tidak peduli dokter puskesmas dibayar lebih dari spesialis. Tentu saja mereka mendapat lebih banyak imbalan karena melayani di daerah yang sulit dan sulit. Bayangkan jika mereka sedang bertugas, dibayar berapapun, bisa dibayangkan bagaimana pendidikan anak-anaknya nanti. Akan jadi siapa anak-anak mereka di masa depan? Begitu dia dibawa ke kota oleh orang tuanya yang dokter mereka terkejut melihat kereta api, “Apa itu Pa, yang panjang dan besar itu”. Mereka terkejut melihat sebuah gedung tinggi, “Betapa besar rumah ini, Pa”. Sedih banget. Tapi jangan tanya lagi, mata saya basah, makanya saya dengar sendiri, bukan dari anak saya, karena waktu di Puskesmas saya belum menikah. Saya dengar dari anak teman saya. Mataku benar-benar basah.
Ada yang salah dengan negara ini dalam merawat dokter, mengakui kesalahan itu akan memudahkan kita untuk melakukan perbaikan. Mereka adalah anak bangsa dan cendekiawan yang dibayar hanya untuk kesombongan dan idealisme. Tolong perlakukan mereka dengan adil. Berikan kesempatan kepada orang pintar untuk berkembang sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.
Untuk Lebih Indonesia